Monday, February 14, 2011

Dimensi dan Gerai dan Ya, Itu, Itu, Apalah Itu!

Dalam sebuah dimensi tanpa cahaya, selalu ada teriakan atau keluh kesah yang dalam. Matahari jelas tak akan berbadan, dan waktu pun hanya melintas tanpa terekam. Oleh karena itu, dunia seakan berhenti berotasi, dan segala keinginan seakan pudar terkikis oleh sekian kegalauan yang mendominasi. Seandainya di tempat itu terdapat sebuah senapan, akan ada cukup banyak kepala yang berlubang. Bukanlah perihal tak biasa apabila dimensi itu beraroma darah dan keringat manusia. Seandainya air mata memiliki aroma, maka semakin kelam dimensi perupa malam itu.

Banyak cerita menawarkan balada dalam gerai. Satu, dua, atau tiga, atau bahkan empat, atau bisa lebih banyak lagi orang berada di dalamnya. Haha! Tak sedikit pula jumlah mereka yang mengemis meminta gerai kosong, tak peduli gerai itu beraroma keringat dan produk manusia setelah mengancuk. Gerai kosong! Gerai kosong! Gerai kosong!

Ada dari mereka yang berani membayar mahal untuk gerai itu, ada dari mereka yang meminta jasa seorang teman untuk mendapatkan gerai tersebut, dan ada pula yang hanya terdiam menatap gerai dan lekas pergi dari balada-parodi dalam parade. Sisanya, berlutut dan menunjuk Tuhan untuk mencarikannya gerai. Dasar lemah!

Gerai-gerai itulah pencipta dimensi kelam perupa malam. Satu gerai, (seharusnya) berisi dua manusia. Dua manusia saling berbagi, ya, berbagi cerita, berbagi keluhan, berbagi kesedihan, berbagi masalah, ataupun hanya sekedar berbagi ranjang. Kotor! Haha! Ya! Kotor! Kotor seperti mengupil ataupun membilas pantat! Sesederhana itu, sepertinya. Ah! Entahlah!

Pada akhirnya, galau adalah gerai-gerai itu, kesederhanaan itu, dimensi itu.

No comments:

Post a Comment