Sunday, November 7, 2010

Sesal

Dulu, Dia adalah bentangan keraguan yang menindas harapan melalui bendera setengah tiang. Sebuah konsep metamorfisma dalam kompleksitas lawatan keranda. Pada saat itu, Kami tengah terdiam mati, kadang terhisap sepi. Kami baru berjalan dalam kekosongan malam yang menusuk tulang dengan pelipis yang menghitam di saat Ulat terlihat meragu mengundang polemik kegalauan Cupidius. Kami sempat menghampiri si Ulat, menyapa dan berharap dapat mencumbunya dengan naluri yang bertaruh ragu. Tapi sayang, Kami kembali terdiam ketika melihat Ulat tergeli-geli oleh gombalan tetes embun pagi. Kami terus terdiam, terdiam hingga beberapa saat setelah itu. Saat ketika sang Ulat bukanlah lagi ulat, melainkan seekor Kupu-Kupu yang melayang liar di antara bunga-bungaan berduri tajam.

Kami menatap meratap. Kami tak indahkan Ulat di masa lalu, malah mengebiri nafsu dan mencari mangsa di tempat lain. Kami terpaku, Kami ingin memprotes jiwa Kami yang tak berdiri tegap di tengah guyonan tentang si buruk yang tak bisa menjadi Yin dari sang buruk lainnya. Tapi itu dulu, sekarang nihil sudah adanya si buruk dan sang buruk, yang ada kini adalah pesona dan perubahan.

Jelas Kami tak terima perilaku hasrat Kami yang tak berterima, rindu Kami hanya pada Kupu-Kupu yang merendam waktu hingga terasa melar dan tak berarti lagi. Sesungguhnya, saat ini Kami ingin mengencani Kupu-Kupu dan mendandaninya hingga tampak seperti Lily yang terbungkus satin halus, bukan sutra terkoyak yang dipenuhi tapak telapak tangan di belakangnya. Kami ingin mencoba melakukannya lagi.

No comments:

Post a Comment