Thursday, March 25, 2010

Kuduk Kudus

Diriku terpaku di pojokan. Jariku menari-nari, kakiku terlipat, dan kepala ini tak henti-hentinya membenturkan diri pada dinding kusam di belakangnya. Lalu, semuanya berhenti bergerak. Jemari terkepal, dan akhirnya terbuka satu persatu. Terlihat seperti menghitung, atau mungkin mencoba untuk kembali menari. Jantungku berdetak. Berdetak dan berdetak dengan irama yang begitu kacau. Kacau sekacau-kacaunya. Rambutku kini kering, kusam, berminyak. Otakku tak pernah lagi selaras dengan kerja rodi tubuhku. Aku terlihat seperti ilalang parasit yang menjemukan mata orang yang melihat. Aku tetap tertegun di pojokan. Menyaksikan kecoa busuk yang merangkak naik ke meja yang penuh dengan sampah dan ampas kopi yang mengering, dan juga berjamur. Jamur yang tumbuh begitu tebal hingga aku baru menyadari bahwa jamur-jamur itu kini tampak seperti bulu kuduk yang berdiri. Kuduk. Apa itu kuduk?

No comments:

Post a Comment