Wednesday, October 13, 2010

Day #11 : Gelap Jelang Terang

“ERIS!” Gloria mendengar teriakan Artsy dari luar rumah Eris.

Mengapa Artsy bisa tahu aku ada di sini? Tanya Gloria dalam hatinya.

Gloria melihat Eris yang kini berada di depannya diam tak bergerak dengan pisau di tangannya. Mata Eris menggambarkan rasa takut yang hebat. Cepat atau lambat, dia akan mati! Pikir Gloria dalam hati. “Kau akan tamat, Eris!” Kata Gloria. "Oh, ya? Kau mencoba membunuhku!” balas Eris dengan sengit. “Benar, kan?”

Gloria tidak membalas perkataan Eris. Kini dia hanya mencoba berpikir cepat. Aku harus melarikan diri! Tegasnya dalam hati. Dia kini berlari menuju ruang tengah dan segera menuju pintu belakang. Nafasnya tersengal-sengal. Keberadaan Artsy di depan rumah Eris membuatnya merasa tegang. Suatu saat nanti, Artsy akan mengerti. Pikir Gloria, mencoba menenangkan diri.

Gloria telah berada di depan pintu belakang. Dia langsung memutar kunci pintu yang tertempel, lalu dengan cepat membuka pintu rumah Eris. Dia sudah tamat! Pikir Gloria sambil berlari menjauhi rumah. Dia meloncati pagar kayu pembatas, lalu kembali berlari menyusuri gang yang berada di belakang rumah Eris. Sebentar lagi, Artsy akan tahu semuanya.

“Eris, buka pintunya!” Gloria dapat mendengarkan teriakan Artsy dari kejauhan.

***

Eris membuka pintu rumahnya. Dia langsung memeluk Artsy sambil menangis. Artsy bisa merasakan dekapan Eris begitu kuat, menjelaskan seberapa dalam emosi yang sedang Eris rasakan. “Gloria mencoba membunuhku!” kata Eris dalam isakannya. Tidak mungkin! Pikir Artsy.

“Dia hendak membunuhku dengan pisau dapur!” Tambah Eris sambil melepaskan pelukannya dari Artsy. Sekarang Artsy bisa melihat seberapa kacau kejadian yang baru saja terjadi, wajah Eris menggambarkannya. Selain itu, tangisan Eris pun menjelaskan bahwa dia sedang merasa ketakutan.

“Gloria bereaksi berlebihan! Mengapa dia ingin membunuhmu?” tanya Artsy kepada Eris dengan nada heran.
“Sepertinya dia ingin membunuhku karena kejadian dua bulan lalu itu.” Kata Eris. "Sekarang dia membenciku, Artsy,"
“Kejadian itu? Ya, mungkin saja.” Jawab Artsy dengan nada tak yakin. “Dimana sekarang dirinya?”
“Setelah kau berteriak, dia kabur dari rumah ini.” Jawab Eris.
“Kabur?”
“Ya. Dia kabur lewat pintu belakang rumahku.”

Sebenarnya, apa yang dia pikirkan?
Tanya Artsy dalam hatinya.
“Artsy, sebaiknya kita masuk ke dalam.” Saran Eris.
“Baiklah.” Jawab Artsy sambil berpaling dari Eris. Dia kini melihat Mooney yang sedang menggenggam ponsel berdiri di tengah pekarangan rumah Eris. "Masuk?” tanyanya pada Mooney. “Lebih baik aku di luar saja.” Jawab Mooney.

Artsy masuk ke dalam rumah. Dia langsung menuju ruang tengah. Eris, yang lebih dulu masuk ke dalam rumah, kini tengah terduduk di atas sofa di dalam ruangan tersebut. Dia masih terisak-isak. Artsy menghampirinya, lalu duduk di sebelahnya.

“Jadi, bagaimana kejadiannya?” tanya Artsy. Eris menghembuskan nafas panjang, lalu duduk lebih tegap. Ia kemudian menceritakan bagaimana Gloria hampir saja membunuhnya ketika dia sedang tidur, isi percakapannya dengan Gloria ketika mereka berdua berada di dapur, serta kekonyolan Gloria yang menggunakan alasan “mencari mentega” untuk mengelak bahwa dia berencana membunuh Eris. Ia juga bercerita tentang besarnya rasa takut yang ia alami. Eris benar-benar merasa takut seandainya Gloria datang kembali untuk membunuhnya.

Setelah selesai menceritakan kejadian yang baru saja di alaminya, Eris kembali menangis. Artsy kemudian merangkulkan tangannya ke pundak Eris. “Entahlah, Eris. Kejadian ini membuatku tidak bisa berkata-kata.” Respon Artsy. “Aku merasa benar-benar bingung.”


Bersambung…

No comments:

Post a Comment