Wednesday, October 6, 2010

Day #4 : Dialog

Bayangan itu semakin dekat, dia membawa sesuatu di tangannya. Wanita itu hanya terdiam di tempatnya berdiri. Entah mengapa, rasa takutnya tak membuat wanita itu berlari menjauh dari kejaran bayangan tersebut. Bayangan tersebut yang membawa sesuatu di tangannya. Bayangan itu semakin dekat... dekat... dan dekat. Wanita itu ingin berteriak. Oh! Terlambat! Pikirnya dalam hati. Benar-benar terlambat!

“Kau terlambat! Dan kau membuatku terkejut!” tiba-tiba saja wanita itu nyaris berteriak pada bayangan tersebut yang kini berubah menjadi wujud Gloria. Gloria, dia adalah seorang wanita yang menarik. Dia berkacamata dengan rambut hitam dan panjang terurai. Matanya bersinar cemerlang. Tubuhnya ideal dan bisa dibilang tinggi apabila dibandingkan dengan wanita lain pada umumnya. Kulitnya yang putih, terlihat sangat terawat. Dia sungguh menarik, bahkan hal itu tetap terlihat di bawah penerangan yang tidak begitu baik di malam hari ini. Kini, Gloria menggunakan sebuah t-shirt putih bertuliskan “The Suburbs” di dalam jaket kulitnya yang tak dikancingkan. Sekilas, tak ada cacat dari fisiknya, tetapi kini wajahnya menggambarkan kegalauan yang ada di dalam benaknya. Dia benar-benar kacau! Pikir wanita tersebut.

“Maafkan aku, Eris. Aku terlambat karena mencari ini.” balas Gloria sambil menunjukan barang yang sedang dipegangnya. “Bagus! Kau membawa compact disc itu!” kata Eris.
“Sekarang mana barangku?” tanya Gloria.
“Ini.” jawab Eris sambil menunjukkan sebuah barang yang baru saja ia keluarkan dari jaket kulitnya, “Benarkah kau membutuhkannya sebanyak itu?”
“Ya. Kau tahu keadaanku sekarang, kan?”
“Ya, aku mengerti. Ingatlah! Jangan pernah menyebutkan namaku sebagai pengirim barang tersebut!”
“Baiklah! Kau memang sahabat terbaikku!” balas Gloria sembari tersenyum tanggung.
“Ah, Sudahlah! Sekarang, ambil barang ini! Aku tak mau berlama-lama membawanya.”
“Terima kasih, Eris. Kuharap ini setara dengan apa yang kuberikan.” Kata Gloria sambil memberikan compact disc dan mengambil barang yang baru saja dikeluarkan oleh Eris dari dalam jaket kulitnya itu.
“Tentu saja tidak!” balas Eris dengan kasar.
Gloria menggengam barang yang baru saja diambilnya, melihat-lihatnya sekilas, lalu berkata, “Mungkin kau benar, ini sepertinya terlalu banyak.”
“Ah, terserah padamu, Gloria.”
Gloria kini terdiam
“Kemana lagi kau akan pergi?” tanya Eris.
“Aku tak tahu. Aku tak mungkin pulang ke rumah dalam keadaan seperti ini.”
“Ke rumahku?” tawar Eris.
“Bolehkah? Ah, terima kasih, Eris.”
“Tak perlu berterima kasih. Ada yang perlu kau lakukan di rumahku!”
“Oh, baiklah.” Gloria tampak sedikit kecewa, tapi dia sadar bahwa tak ada pilihan lain selain bermalam di tempat Eris. Dia tak mungkin kembali ke tempat Artsy. Aku tak bisa terus bertemu dengannya, pikirnya, itu bisa merusak rencanaku!


Bersambung...

No comments:

Post a Comment