Monday, October 18, 2010

Day #15 : Skena Menjelang Skema II

“Kau yakin akan pergi, eh?” tanya Eris pada Artsy.
“Ya, aku harus pergi mencari Gloria.”
“Pergilah jika begitu!”
“Kau yakin?”
“Hah! Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu.”
“Baiklah.” Balas Artsy.

Artsy mengambil sweater hoodienya dari atas meja yang berada di ruang tengah, lalu berjalan menuju pintu depan rumah Eris.

“Ternyata benar, kau lebih memilihnya.” Tiba-tiba Eris berkata. Tatapannya tidak tertuju pada Artsy. Tatapannya kosong, lebih terlihat seperti berkata pada dirinya sendiri.
“Eris, bukan berarti aku lebih memprioritaskan Gloria pada saat ini, maka hubungan kita tidak baik, bukan?”
“Kau lebih memilihnya, Artsy.”
“Apa maksudmu? Tentu saja kau ini pacarku.”
“Hubungan kita berakhir.”
“Berakhir?”
“Ya. Berakhir!”
“Oh, Eris, jangan mempersulit keadaanku.”
“Kau yang mempersulit keadaanmu, Artsy. Hubungan kita telah berakhir.” Tegas Eris yang kini berubah menjadi kasar.

“Eris…”
“Aku pikir kau menyadari bahwa aku jauh lebih baik daripada Gloria.” Kata Eris. “Dua bulan lalu… Kau memutuskan hubunganmu dengan Gloria, lalu memintaku untuk menjadi kekasihmu. Aku kira kau telah melupakannya.”
“Eris, kau yang memintaku untuk tidak lagi berhubungan dengan Gloria!”
“Aku hanya memberi tahu keadaan mental Gloria pada saat itu, kau yang memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan Gloria.” Kata Eris. “Nyatanya, hingga kini kau masih berhubungan baik dengannya, bukan?” Tambahnya.

“Gloria baik-baik saja, Eris. Dia tidak sakit.”
“Kau tidak tahu kenyataannya, bukan?”
“Aku tahu kenyataannya. Mooney selalu menceritakan bahwa Gloria baik-baik saja, Eris.”
“Mooney? Kau benar-benar bodoh, Artsy.”
“Ah! Terserah kau, Eris. Aku harus pergi sekarang.” Balas Artsy. Lekas ia berbalik dan berjalan menuju pintu depan. Gloria… Aku harus bertemu denganmu! Harapnya dalam hati. Artsy merasakan bahwa keadaan ini semakin rumit. Dia kini dikelilingi perasaan bingung, takut, dan marah. Keadaan ini janggal. Pikirnya.

Artsy hendak membuka pintu rumah Eris. Namun, sebelum pintu itu terbuka, tiba-tiba saja kepala Artsy seperti tertimpa mesin penggiling rumput. Ia jatuh terjerembab. Dengan kesadarannya yang nyaris hilang, ia bisa melihat Eris dengan stik bisbol di tangannya. Stik bisbol yang berada dikamarnya. Pikir Artsy dengan pandangan yang mulai mengabur. Mengapa dia lakukan ini? Lalu semuanya berubah gelap.

“Kau benar-benar bodoh, Artsy.” Kata Eris sambil melihat Artsy yang kini terbaring tak sadarkan diri di atas lantai rumahnya. Ada tawa kecil mengerikan yang keluar dari suara Eris. “Kau tahu? Gloria adalah urusanku!”

No comments:

Post a Comment