Friday, October 8, 2010

Day #6 : Pisau Dapur

“Kita sudah sampai.” Kata Eris. Ya. Kita sudah sampai. Jawab Gloria dalam hati. Rumah ini… sudahlah! Aku tak punya pilihan. Sebenarnya, Gloria sering menginap di rumah Eris, tapi itu dulu. Kini sudah ada jarak di antara mereka, mereka sudah tidak seakrab dulu lagi. Mereka bukan lagi sahabat.

Mereka berdua kini menyusuri batu-batu yang menuntun mereka dari pagar tanaman menuju pintu rumah. Rumah ini terletak di sebuah perumahan elite, tetapi tidak begitu banyak sudut rumah ini yang bisa mengukuhkannya sebagai rumah yang layak untuk berada di dalam perumahan elite. Sebenarnya ketika baru saja dibeli, rumah ini bukanlah rumah yang kacau. Sayang sekali, yang menempatinya adalah seorang wanita seperti Eris yang tidak tahan untuk tinggal bersama seorang ayah yang benar-benar kaya dan ibu tiri yang selalu mencemooh segala usahanya.

Eris kini mengeluarkan sebuah kunci dari salah satu saku celana jeansnya, memasukannya ke lubang kunci, lalu memutarnya sambil menarik gagang pintunya. Terbuka! Keluh Gloria. Eris melangkahkan kaki lebih dulu ke dalam rumah, Gloria menyusul di belakangnya. “Kau tahu apa yang harus kau lakukan, kan?” tanya Eris kepada Gloria. “Ya. Aku tahu.” Jawab Gloria.

“Cepatlah kerjakan! Aku mulai mengantuk.” Seru Eris, sengit.
“Bisakah kau lebih ramah kepadaku, Eris?”
“Apakah membiarkanmu tinggal semalam di rumah ini tidak membuatku terlihat ramah dimatamu, Gloria?” Kata Eris, “Cepatlah kerjakan! Dan aku akan berada di tempat tidurku.”
“Baiklah. Baik… akan segera ku kerjakan.” Balas Gloria dengan cepat. Ia mencoba menghindari perdebatannya dengan Eris.

Aku bukanlah pesuruhmu! Pikir Gloria dalam hati.

Eris membuka sepatu dan kaus kakinya, lalu melempar keduanya ke sebelah meja di ruang depan. Dia membuka jaket kulitnya sambil berjalan menuju kamarnya di pojok ruang tengah. Gloria bisa melihat Eris langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur, jelas sekali Eris merasa sangat mengantuk. Gloria kini berjalan menuju dapur. Dia mencoba mencari sesuatu untuk mengisi perutnya yang merasa lapar. Dia meminum segelas air mineral yang dia dapatkan dari sebuah dispenser yang terletak di sebelah kulkas dengan empat kali tegukan, lalu terbatuk-batuk kecil karena tersedak oleh air tersebut. Dia membuka lemari penyimpanan makanan, tapi dia tak melihat adanya makanan yang cocok untuk mengisi perutnya yang kelaparan. Kini dia membuka kulkas. Dia melihat 5 kaleng bir dimana salah satunya telah terbuka, entah kaleng terbuka itu masih berisi atau sudah kosong.

Dia mengeluarkan satu kaleng bir yang masih utuh dan satu buah telur. Dia kembali pada lemari penyimpanan makanan, lalu mengambil dua lapis roti tawar dari dalamnya. Dia berjalan menuju wastafel, lalu melihat sebuah pisau dapur di tempat pembuangan airnya. Dia meletakkan telur dan bir yang dia ambil sebelumnya di sebelah wastafel, lalu membilas pisau tersebut. Dia mengelapnya hingga kering. Setelah kering, dia melihat pisau itu sejenak. Dia melihatnya seperti melihat sebuah benda yang menakjubkan. Gloria kini berbalik memunggungi wastafel. Dia berjalan menuju ruang tengah sambil membawa pisau tersebut. Dari ruang tengah, dia bisa melihat Eris yang sedang mencoba untuk menghilangkan kesadarannya. Dia kembali melihat pisau tersebut. Berdiri terdiam. Lalu berjalan menuju kamar tidur Eris.

Eris diam tak bergerak di atas tempat tidurnya. Sepertinya kepala Eris memang tertempel pada bantal yang ada di baliknya. Gloria berjalan menuju dirinya secara perlahan-lahan sambil menggenggam pisau dapurnya erat-erat. Lantai ruang tengah yang dingin benar-benar terasa di telapak kaki Gloria. Dia terus berjalan, dan Eris masih tetap terdiam di atas tempat tidurnya. Disisi tempat tidur itu, sebuah patung monyet kecil yang tengah memikul batu tersimpan di atas meja. Sementara itu di sebelah patung tersebut, Gloria bisa melihat sebuah piringan kecil yang baru saja ia berikan kepada Eris sebelum sampai ke rumah ini. Compact disc itu! Pikir Gloria dalam hati.

Kini Gloria telah berada di salah satu sisi tempat tidur. Gloria terdiam sejenak. Dia melihat Eris yang sedang tertidur, dan mengingat masa-masa lalu ketika dia dan Eris masih bersahabat baik. Ingatan-ingatan tentang persahabatannya itu benar-benar indah. Sayangnya, ingatan itu cukup terganggu oleh sikap Eris yang tidak begitu ramah pada Gloria malam ini. Gloria kembali terdiam sejenak, lalu sedikit mengangkat pisaunya.

“APA YANG KAU LAKUKAN?!” Teriak Eris.


Bersambung…

No comments:

Post a Comment